Batman Begins - Help Select Cravas, Sebuah Perjalanan Sebuah Cerita: Satwa Unik Bumi Pertiwi Yang Di Ujung Kepunahan

Minggu, 23 November 2014

Satwa Unik Bumi Pertiwi Yang Di Ujung Kepunahan





Indonesia merupakan satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya keanekaragaman fauna adalah luasnya wilayah tropis Indonesia. Selain itu keanekaragaman fauna/hewan di indonesia juga disebabkan oleh garis wallace. Garis Wallace adalah garis adalah garis hipotetis yang memisahkan wilayah geografi fauna asia dengan australia. Terdapat pula wilayah peralihan kedua tipe fauna tersebut.

Pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan proses industrialisasi untuk memenuhi segala kebutuhan manusia menyebabkan upaya pelestarian lingkungan tempat tinggal fauna dan juga flora terabaikan. Kondisi semakin memburuk dengan semakin maraknya pembalakan hutan, perubahan fungsi hutan dari asalnya, dan faktor pencemaran lain yang disababkan manusia.
Akibatnya keanekaragaman hayati terancam. Banyak flora dan fauna yang terancam punah.

Berikut ini adalah beberapa satwa cantik dari bumi pertiwi kita yang terancam akan kepunahanya :

1. Elang Jawa

Elang Jawa(Nisaetus bartelsi) merupakan satwa endemik Pulau Jawa. Elang jawa saat ini berstatus konservasi terancam punah. Ini berarti populasi elang jawa sudah sangat sedikit. Diperkirakan jumlah elang jawa saat ini hanya sekitar 137-188 pasang burung. Populasi elang jawa ini menghadapi ancaman besar terhadap kelangsungan spesiesnya, terutama dari habitat yang terus berkurang hingga eksploitasi oleh orang tidak bertanggung jawab.



Elang Jawa memiliki ciri-ciri antara lain:

1. panjang tubuh dari paruh hingga ekor sedang hingga panjang(60-70 cm)
2. kepala coklat kemerahan dengan jambul yang menjulang keatas( 2-4 helai bulu)
3. punggung/sayap kecoklatan
4. iris mata kuning atau coklat, mata kehitaman, kaki kekuningan


2.Harimau Sumatera
Harimau Sumatera adalah satu yang tersisa setelah punahnya harimau jawa dan harimau bali. Diperkirakan populasi yang tersisa sekarang hanya sekitar 500 ekor(150 ekor pemuliaan). Salah satu ancaman terbesar datang dari perusakan habitat atau konversi hutan yang menjadi habitat mereka menjadi perkebunan monokultur. Para Ilmuan mengatakan hutan lindung yang ada di Sumatera saat ini tidak cukup untuk mempertahankan populasi harimau yang ada. Sangat penting untuk menyediakan rumah yang besar di alam jika ingin hewan megah ini tetap lestari.



3. Orang Utan
Orang Utan(Pongo sp.) merupakan satwa asli Indonesia yang populasinya tersebar di Sumatera ( Pongo abelii) dan di Kalimantan(Pongo pygmaeus). Kera berambut merah berlengan panjang ini bertinggi badan sekitar 1.25-1.5 meter. Orang utan jantan memiliki masa tubuh sekitar 50-90 kg dan betina sekitar 30-50 kg. Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah.



Populasi Orang utan terus mengalami penurunan yang tajam akibat dari deforestasi. Orangutan sumatera ditetapkan sebagai sangat terancam punah oleh lembaga IUCN, dengan populasi hanya tersisa beberapa ribu, sedangkan orangutan Kalimantan dianggap Terancam. PBB mengatakan status orangutan yang tersisa "darurat konservasi." Perusakan habitat yang disebabkan oleh mega ekspansi perkebunan kelapa sawit adalah alasan utama orangutan menghadapi ancaman kepunahan.
  
4. Gajah Sumatera
Gajah Sumatera adalah sub-spesies gajah asia yang hanya ada di Pulau Sumatera. Postur gajah sumatera lebih kecil daripada sub-spesies gajah india. Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar yang ada di Indonesia. Berat Gajah Sumatera sekitar 6 ton dan tinggi bahu 3,5 meter. Gajah Sumatera dapat berumur hingga 60 tahun.
Populasi gajah sumatera di alam liar saat ini hanya sekitar 2000-2700 ekor(survei tahun 2000). Penurunan jumlah populasi ini disebabkan oleh perburuan liar untuk mengambil gading gajah dan juga penurunan luas habitat hutan yang beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.




5. Badak Jawa
Badak Jawa pernah menjadi salah satu badak yang paling banyak tersebar. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Kini Badak Jawa mengalami ancaman kepunahan yang nyata. Status konservasinya telah berada pada fase kritis. Di Taman Nasional Ujung Kulon kini populasinya hanya sekitar 40-50 ekor saja. Bisa dibilang Badaj jawa adalah mamalia paling langka di muka bumi. Penyebab penurunan drastis badak jawa adalah perburuan liar untuk mengambil cula badak. Sebab lain adalah habitat yang terus berkurang.



6. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-
lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah.

Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di
sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat
pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah.

Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut
menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan
ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam,
Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Melintang (11.000Ha). Pesut
mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur).

Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas.
Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar;
tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung
lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan.
Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.

Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas
perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan
hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai
Mahakam.


7. Bekantan
Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.

Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.

Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus
terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan
sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.


8. Musang Congkok
Dengan berat mencapai 5 kg dan mempunyai panjang sekitar 71 cm hewan ini cukup gesit untuk memanjat pepohonan. Di temukan di wilayah pegunungan Aceh dan Sumatera Barat. Mamalia kecil dan beberapa jenis serangga adalah makanan kesukaannya.


9. Singapuar
Dijuluki sebagai primata terkecil di dunia. Mempunyai berat tubuh antara 80 – 140 gram dan panjang cuma 12 – 15 cm cukup layak bila disebut primata terkecil. Walaupun mempunyai sepasang mata yang besar yang ukurannya melebihi volume otaknya tapi hanya dapat digunakan pada malam hari saja. Mirip dengan burung hantu. Kepulauan Riau, kepulauan kalimantan dan sumatera bagian selatan juga tenggara adalah habitat aslinya.


10. Ikan Belida
Dengan panjang tubuh mencapai 87, 5 cm dan berat tubuh dapat mencapai 1 kg, cukup besar untuk ukuran ikan air tawar. Bentuk tubuhnya seperti pisau dan makanan kesukaannya adalah ikan-ikan kecil juga udang. Perairan air tawar di wilayah jawa dan kalimantan merupakan habitat aslinya.


11. Babi Rusa
Buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, jamur dan dedaunan merupakan makanan yang biasa disantap sehari-hari. Mempunyai taring yang mencuat keluar sebagai tameng mata dari duri dan rotan ketika mereka mencari makan. Habitatnya meliputi pulau sulawesi, kepulauan maluku dan sekitarnya.


12. Mentok Hutan / Rimba
Mentok Rimba atau dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata bisa dikatakan sebagai jenis bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh dunia sangat langka, diperkirakan hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia.


Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).

Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih- putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.

Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.

Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.

Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa. Sedangkan di Sumatera diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan populasi sekitar 150 ekor.

Jumlah populasi dan penyebarannya menjadikan IUCN Redlist memasukkan Mentok Rimba dalam kategori Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama persis seperti yang disandang
oleh Burung Maleo.


13. Burung Maleo
burung maleo yang dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang
salah satunya adalah anti poligami.

Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/bklh tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo ditetapkan sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah.

Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.

Populasi terbanyaknya kini tinggal di sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar alam saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu ini, populasinya di taksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini didaftarkan dalam cites appendix i.

Populasi maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, maleo mengubur telurnya dalam pasir.


Sumber : http://www.kaskus.co.id/post/5466007ddc06bdaa398b456a#post5466007ddc06bdaa398b456a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar